Teh adalah minuman yang sangat populer di Indonesia, tetapi ada satu perbedaan yang mencolok yaitu kebiasaan orang Jawa yang lebih menyukai teh manis, sementara orang Sunda lebih memilih teh tawar. Mengapa bisa demikian? Berikut beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan ini.
1. Perkebunan Teh dan Produksi Gula di Era Kolonial Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, Pulau Jawa menjadi pusat perkebunan teh dan gula. Perkebunan teh banyak berkembang di wilayah Jawa Barat (Sunda) terutama di daerah pegunungan Bandung, Garut, dan sekitarnya. Konon masa itu hampir 80% Perkebunan Teh ada di area Jawa Barat (Sunda) untuk di ekspor ke eropa. Tentu saja mendapat akses teh dengan kualitas serta rasa yang lebih baik di banding di luar daerah tersebut. Sehingga saat menikmati teh lebih apa adanya. Tanpa perlu tambahan apapun rasa teh sudah enak.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
Sementara, Perkebunan tebu dan industri gula di kembangkan oleh Hidia Belanda di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Banyak pabrik gula didirikan di berbagai daerah tersebut karena kondisi tanahnya yang subur dan cocok untuk tebu.
Akibatnya, orang Jawa lebih terbiasa dengan ketersediaan gula, sehingga kebiasaan minum teh manis berkembang pesat. Sedangkan di Jawa Barat, orang lebih terbiasa dengan teh tanpa tambahan pemanis karena gula tidak menjadi bagian utama produksi di sana.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
2. Pengaruh Lingkungan dan Kebiasaan
Belanda memiliki tradisi minum teh yang mereka bawa ke Indonesia. Orang Belanda biasanya menikmati teh dengan atau tanpa gula, tergantung pada kebiasaan Eropa saat itu. Para bangsawan dan elit pribumi yang bergaul dengan orang Belanda cenderung mengikuti gaya minum teh mereka.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
Pulau Jawa, terutama bagian tengah dan timur, memiliki sejarah panjang dalam produksi gula. Hal ini membuat masyarakat terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman yang manis, termasuk teh. Gula merah dan gula pasir mudah ditemukan dan sering digunakan untuk mempermanis minuman.
Di daerah Sunda yang lebih banyak memiliki pegunungan dan iklim yang lebih sejuk, minum teh tawar telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Teh tawar sering dikonsumsi sebagai pelepas dahaga, terutama saat makan. Banyak warung makan khas Sunda yang menyediakan teh tawar secara gratis sebagai pendamping makanan.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
3. Faktor Budaya turun temurun
Dalam budaya Jawa, rasa manis sering dikaitkan dengan keselarasan, keramahan, dan keharmonisan hidup. Teh manis menjadi simbol kehangatan dalam pergaulan dan sering disajikan untuk menyambut tamu. Kebiasaan ini telah berlangsung sejak zaman kerajaan, di mana teh dan gula menjadi bagian dari tradisi minum yang diwarisi turun-temurun.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
Sementara itu, orang Sunda dikenal dengan gaya hidup yang sederhana dan lebih menghargai rasa alami dari makanan dan minuman. Mereka cenderung menghindari tambahan gula dalam teh agar tetap segar dan tidak mengganggu cita rasa makanan yang mereka konsumsi, seperti lalapan dan makanan berkuah bening.
![]() |
Klik👆 u/ pembelian |
Perbedaan kebiasaan minum teh antara orang Jawa dan Sunda bukan sekadar soal selera, tetapi juga dipengaruhi oleh budaya, lingkungan, dan filosofi hidup masing-masing. Orang Jawa lebih memilih teh manis karena faktor sejarah dan kebiasaan menikmati rasa manis dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, orang Sunda lebih suka teh tawar karena kesederhanaan dan filosofi hidup yang lebih alami.
Bagaimana dengan Anda? Apakah lebih suka teh manis atau teh tawar?
No comments:
Post a Comment